Wednesday, August 10, 2011

Dari Pentas Hiburan menuju Pentas Dakwah


Oleh:Rossem
Di Malaysia semua orang pasti kenal nama Sham Kamikaze, seorang pemain gitar terhandal. Ia adalah seorang pemain gitar utama kelompok musik rock Kamikaze yang pernah popular tahun 1990-an. Selain itu, ia juga seorang dosen musik di Akademi Seni nasional (ASWARA). Pria bernama asli Shamril Mohd Salleh ini pernah mengajar di program reality Show Akedemi Fantasia (TV3) ini sudah aktif di dunia musik sejak usia 12 tahun dan lahir dari keluarga pemusik.

Pria berusia 36 tahun yang akrab dengan panggilan Sham ini, kini berubah secara total mulai dari percakapannya bahkan penampilan fisiknya sehari-hari. Dari seorang pemain pemusik rock beralih menjadi pendakwah. Kini Sham aktif menyampaikan motivasi dakwah kepada masyarakat, terutama kisah perjalanan hidupnya sesuadah mendapat hidayah dari Allah SWT.

Tanggal 30 Juli lalu, Sham datang ke Kelantan untuk memenuhi undangan dalam program acara “Bicara Selebriti - Indahnya Hidayah-Mu” anjuran Kerajaan Kelantan di Balai Islam Kota Bharu. Sekitar dua ribu penonton hadir dalam acara tersebut, yang kebanyakan generasi muda.

Sham terkejut dengan sambutan ini. Hal yang sama berlaku saat ia menyampaikan kisah pengalamannya di sebuah masjid di Perlis sebelumnya. Lebih empat ribu anak muda datang hanya untuk mendengarnya.

Acaranya seolah mengalahkan ustaz, padahal ia hanya seorang musisi yang baru berhijrah dari pentas hiburan yang melalaikan ke pentas dakwah.

Bila ditanya, bagaimana penghijrahan ini bisa terjadi? Sham menjawab ringkas; bahwa ini berkat doa ibunya yang tak henti mendoakan agar ia berubah suatu hari nanti.
“Dulu saya shalat setahun sekali. Doanya pun minta murah rezeki dan panjang umur. Berdoa mau untung di dunia saja. Itu dulu, bagaimanapun kini setelah berubah, saya bersyukur dapat melihat dan merasakan sedikit manisnya iman,” ungkapnya.

Banyak teman Sham yang senang dengan perobahan ini, tapi tidak sedikit yang sebaliknya, bahkan mereka mengatakan perubahan hidup Sham itu hanya sekejap saja, hari ini pakai kopiah, setelah itu campakkan kopiah dan kembali ke pentas rock.
Selanjutnya Sham mengatakan bahwa, hiburan seperti bermain gitar bisa dijadikan medium dakwah.

“Kita bermain musik dalam konteks untuk mendekatkan diri dengan Islam. Sebagai contoh, saya pernah diundang ke sebuah masjid di Kangar, Perlis untuk berbagi pengalaman tentang hijrah saya. Ada empat ribu orang hadir terutama generasi muda. Jadi apa yang kita lakukan dapat mendorong orang muda terutama yang tak pernah menginjakkan kaki ke masjid, kemudian ke masjid. Itu merupakan satu kesuksesan,” ujarnya.

Sham mengutip tokoh ilmuwan Islam Al-Farabi yang juga bermain gambus, bahkan dengan alunan musik yang dimainkan itu mampu meneteskan air mata bagi pendengarnya.

“Tatkala Al-Farabi memetik gambusnya, banyak orang meneteskan air mata. Jika Allah mengizinkan, saya juga ingin sepertinya,” katanya lagi.

Sebelum ini, Sham membuat kejutan saat mengeluarkan pernyataan melalui situs Facebook miliknya menjelaskan ingin berhenti dari dunia hiburan jika dikurniakan rezeki dalam bidang lain.

“Saya sudah bicara dengan beberapa ulama terkait dengan pekerjaan dalam bidang ini (musik), kata mereka selagi tidak melanggar hukum syar’i, tak mengapa,” katanya.
Namun perobahan benar-benar terjadi ketika ia datang ke Tanah Suci.

“Hati saya mulai terbuka saat Allah telah mempertemukan saya dengan Imam Satu Masjidil Haram, Syeikh Abdulrahman As Sudais. Saya sengaja keliling kawasan masjidil Haram untuk menemui beliau dan alhamdulillah akhirnya bisa bertemu.

Banyak orang bilang susah bagi orang biasa untuk menemui imam besar itu. Sejak itulah saya percaya ada hikmah tersembunyi yang Allah akan berikan kepada saya. Syukur, akhirnya saya mendapat hidayah dan petunjuk dari-Nya. Sekurang-kurangnya saya tidak lagi hanyut dengan hal yang melalaikan,” tuturnya.

“Kelantan menjadi negeri tempat saya meluahkan isi hati nurani paling dalam tentang perjalanan hidup saya sesudah mendapat kemanisan iman, kerana bagi saya, negeri ini sangat cocok dengan saya,” tuturnya.*/Nur Aminah Rossem, Malaysia

No comments:

Post a Comment