Tuesday, August 25, 2009

Penatnya UMNO menghadapi Tok Guru


Oleh: Rossem

Bulan Ogos, bulan mencerca Tok Guru!. Bunyinya seperti sebuah jadual yang siap diatur atau seperti program yang tercatat dalam kalender tahun melawat Malaysia, dengan acara-acara yang menarik untuk setiap bulan. Atau juga seperti kebiasaan yang dilakukan sesebuah syarikat: Setiap bulan sosok-sosok terbaik dari segi pencapaian tugasnya akan dipilih menjadi karyawan terbaik untuk bulan tesebut. Maka sekeping foto dengan senyum melebar pun akan dilekatkan pada dinding pejabat untuk tontonan ramai.

Ogos adalah bulan Tok Guru! Sebagai bulannya, potret Menteri Besar Kelantan itu pun dimuat pada lembaran akhbar arus perdana setiap hari, tapi bukan untuk sanjungan. Sebaliknya seberkas kritikan tertuju ke arahnya. Daripada orang politik dan cendekiawan yang diminta opini semuanya menembak Tok Guru. Gegerannya bagaikan guruh membelah langit.

Sepanjang bulan itu atau mungkin sehingga ke bulan berikutnya, sebahagian besar para pemimpin dan cendekiawan UMNO akan mengkritik Mursyidul Am Pas, Tuan Guru Dato’ Nik Abdul Aziz Nik Mat ekoran kenyataannya bahawa penyokong UMNO tidak masuk syurga kerana parti itu mengamalkan Islam plastik.

Islam plastik? Bunyinya pun sangat menakutkan. Sehingga barangkali tidak tergamak si tukang tulis UMNO untuk memasukkan ungkapan itu dalam tulisan mereka di akhbar, lalu perkatan plastik diganti dengan Palestin. Plastik dengan Palestin itu bunyinya hampir sama, apalagi sekiranya Tok Guru Nik Abdul Aziz yang menyebutnya, kerana umum sedia maklum, pertuturan Tok Guru yang usianya sudah melewati 70an itu amat perlahan. Bagi wartawan yang tidak sering dengan Tok Guru mungkin mereka sukar untuk menangkap makna disebalik ungkapan yang dituturkan.

Bila plastik ditulis Palestin bererti sebuah negara yang bernama Palestin telah tersentuh maruahnya. Rakyat Palestin lebih-lebih lagi pemimpin mereka dari kelompok Hamas yang sangat akrab dengan Pas mungkin akan marah. Kalau hal ini terjadi, maka ia sangat mendukacitakan, sedangkan maksud Tok Guru bukan Palestin tapi plastik.

Ekoran kejadian itu, Tok Guru mahu menyaman media yang terlibat termasuk sebuah stesen televisyen. Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan, Dato' Seri Rais Yatim yang menjaga televisyen pun marahnya seperti orang kebakaran janggut “Nik Aziz boleh mengemukakan sebanyak mana pun saman yang dia nak, mungkin lebih panjang dari serbannya."

Perkataan “lebih panjang dari serbannya” sangat menyentuh nurani umat Islam kerana dalam masyarakat Islam, serban adalah satu pakaian yang mulia yang tidak sepatutnya di hina. Perbuatan menghina serban yang juga pakaian Rasulullah saw ini sudah keterlaluan. PAS melalui lidah Mohamed Hanipa Maidin akan mengemukakan saman atau sang menteri memohon maaf.

Salah lapor ucapan Tok Guru ini sangat lumrah. Pada Jumaat, pagi, tanggal 21 Ogos, di kuliah rutinnya di Dataran Ilmu, Kota Bharu, kebetulan saya ikut hadir bersama ribuan para jamaah. Tok Guru di penghujung kuliahnya menyebut “Hari ini saya merasa puas, kerana dapat meluahkan perasaan saya dalam isu dibangkitkan UMNO ekoran kenyataan - ahli UMNO tidak masuk syurga” Tok Guru dengan penuh semangat mengulas kenyatan-kenyataan yang didakwanya sebagai salah lapor oleh media. Dan berjanji akan mengambil tindakan undang-undang dengan menyaman akhbar yang terlibat menyiarkannya.

Sebelum itu, dalam kuliahnya, beliau menceritakan tentang siapa sebenarnya penyebar ajaran sesat di Malaysia. Tok Guru kemudiannya memberi contoh pergerakan Al Arqam. Pertubuhan yang dipimpin Ustaz Ashaari Muhamad itu telah dikatogerikan oleh pemerintah Malaysia sebagai salah satu ajaran sesat, begitu juga dengan ajaran Ayah Pin. Walhal UMNO juga menurut Tok Guru sebagai sesat, kerana parti itu menolak hukum Islam dalam pentadbiran negara. Menolak Hudud dan memisahkan Islam daripada politik negara adalah bercangah dengan syariat Islam . UMNO mengambil nasionalisme menjadi dasar perjuangannya. “Bukankah itu satu bentuk ajaran sesat?” Kata Tok Guru.

Justeru kenapa berlakunya double standard seperti ini, di mana Al- Arqam dan ajaran Ayah Pin dikenakan tindakan, sebaliknya UMNO dibiarkan.

Walaupun Tok Guru berkali-kali memberitahu bahawa kenyataannya telah sengaja diputarbelitkan media pro UMNO untuk tujuan tertentu, namun pernyataan Tok Guru bagaikan tidak diendahkan. Ayat yang diucapkannya telah ditokok tambah sehingga umum memahami- penyokong UMNO tidak layak meraih syurga menurut persepktif Tok Guru.

Namun, umum mengetahui, sosok yang bernama Tok Guru Nik Abdul Abdul Aziz Nik Mat itu bila membuat teguran atau kritikan terhadap sesuatu praktik ummah yang difikirnya bertentangan dengan Islam tidak pernah mengkritik individu secara langsung, sebaliknya yang dikritik adalah dasar parti atau pertubuhan. UMNO sejak dulu memang menjadi sasaran kritikan keras Nik Aziz disebabkan dasar yang dibawa parti Melayu terbesar itu ialah nasionalisme.

Nasionalisme bagi Tok Guru tersangat buruk. Suatu doktrin yang ditentang sejak dulu. Status bangsa di matanya tersangat rendah. Melayu, Cina, India atau Inggeris tiada nilai di sisi Allah SWT, menurutnya. Sebaliknya Islam yang menjadi hitungan. Justeru di mana-mana pun bila Tok Guru bercakap, hal seperti ini ditekankan tanpa mempedulikan samada khalayak pendengar suka atau tidak.

Selepas ini mungkin lebih banyak lagi serangan ke atas Tok Guru. Atau serangan itu semata-mata bertujuan meraih undi UMNO untuk Pilihan Raya Kecil Permatang Pasir tanggal 25 Ogos lalu.

Tuesday, August 18, 2009

Siapa pengkhianat Melayu?


Karikatur bisa menjelaskan ketimbang seribu patah perkataan.

Friday, August 7, 2009

WS Rendra (1935 -2009)

Pertama kali bertemu Rendra, saat dia diundang membaca puisi di Dewan Kelana Jaya, Selangor, Malaysia, sekitar awal 2000. Ketika itu api reformasi yang ditiupkan Mantan Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim masih menyala. Di sore itu, di dewan itu, di hadapan ribuan pendokong setia reformasi dan peminat sastera, WS Rendra membaca puisi dengan gayanya yang mempersonakan. Penonton terpaku sekaligus teruja dengan sang pemberani dalam dunia sastera itu mendendangkan puisi yang mengkritik ketiadakadilan pemerintah, mengkritik praktik korupsi yang melebar dalam masyarakat khususnya dikalangan petugas pemerintah. Penyalahngunaan kuasa yang tidak terbendung. Meskipun ditulis dalam situsi dan kondisi negaranya, Indonesia namun penonton terasa seperti ditujukan kepada pemerintah Malaysia juga.

Demikian kehidupan sang penyair. Baik sedang berkarya atau tidak. Seorang penyair masuk dalam konteks realitas karena kepedulian akan panggilan kharismatik dari alam sekitarnya, dari debu, kerikil, lava, angin, pohon, kupu-kupu, margasatwa. Dari yatim piatu, orang-orang papa, lingkungan kampung halamannya, lingkungan bangsanya, lingkungan kemanusiaannya. Ia harus selalu peduli. Tetapi tidak cukup cuma peduli, karena harus dikaitkan dengan perintah dan larangan Allah. Apa pun, termasuk bersyair, harus menjadi ruang ibadah. Harus mengaitkan dengan kehendak Allah. Kita buat, misalnya, sajak mengenai pelacur, mengenai singkong, atau mengenai perahu. Itu juga religius selama dikaitkan dengan meraih kehendak Allah.

Kalimat di atas adalah sepenggal dari pendermaan buah pikir seniman terbaik tahun 60-an, WS Rendra. Baginya, proses kreatif dalam menulis sebuah karya sastra adalah misteri. Dia mengatakan waktu untuk menulis dalam kehidupan hanya 2-3 persen. Beberapa jam selesai. Selebihnya menyiapkan diri untuk hidup secara kreatif, menjaga daya cipta, dan daya hidup.

Si burung merak ini adalah seorang penderma pikiran yang tidak pernah menangis tak kala menghadapi kekuasaan politik. Dia sempat dijebloskan ke penjara pada 1978, dan mendapat represi pelarangan tampil di berbagai tempat.

"Saya menangis untuk masalah-masalah lain. Dulu saya pernah diminta membaca sebuah sajak. Lalu ada rekan mahasiswa yang menangis, terharu. Saya pun ikut menangis. Saya juga gampang menangis kalau membaca riwayat Nabi Muhammad. Indah sekali. Membayangkan pengorbanan Nabi yang tidak mementingkan diri sendiri. Tidak ada agama Islam, kalau tidak ada Nabi. Saya juga menangis kalau mengenangkan Asmaul Husna," tutur Rendra saat diwawancara wartawan Republika, Iman Yuniarto F, di kediamannya pada Oktober 2006.

Cahaya Islam dalam Karya Sastra Rendra

Sejak masuk Islam, Rendra mengganti namanya menjadi Wahyu Sulaiman Rendra. Rendra mengaku tahu alasan kenapa dia tertarik dengan Islam, tetapi dia sendiri tidak mengerti mengapa memutuskan masuk Islam. "Saya sebetulnya takut sekali terhadap masyarakat Islam. Tapi saya sudah lama tertarik kepada Alquran. Lihat saja. Apa ada kitab suci yang menjelaskan konsep ketuhanannya dalam kalimat yang singkat seperti Alquran?" tanyanya.

Sewaktu Rendra kuliah di Amerika Serikat (kuliah teater), saat itu sedang populer-populernya filsafat eksistensialisme. Kemudian, dia membaca kalimat, Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Rendra terkesan.

Menurutnya, tidak ada kitab suci yang mengatakan bahwa manusia akan selalu merugi dalam perkara waktu. "Lihat. Apa pun bisa kita budayakan, termasuk ruang. Tetapi kita tidak bisa membudayakan waktu. Apa bisa kita menghentikan hari? Dengan teknologi setinggi apa pun, magic setinggi apapun, tidak bisa kita membuat hari Rabu tidak menjadi Kamis. Termasuk saya, tidak bisa menolak kelahiran saya. Saya tidak bisa memilih untuk lahir pada abad ke-22 atau lahir zaman Majapahit," jelasnya.

Menurut Alquran, kita akan selalu merugi soal waktu. Tapi, Alquran juga menyodorkan solusi. Disebutkan hanya orang-orang tertentu yang akan selamat. Yakni yang beriman, beramal saleh, saling berwasiat dalam kesabaran dan kebenaran. Alquran tidak menyebut yang selamat adalah orang yang Islam, orang yang kaya, orang yang pintar atau orang yang sehat.

Ketika ditanya hubungan antara Islan dan karya sastranya, Rendra menjawab, "Intinya kita berwasiat dalam kebenaran. Mudahan-mudahan."
Bagi tokoh Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, Rendra adalah pengingatnya dalam beragama. Pada awal 1970, ia pernah berharap Rendra yang kala itu sudah bernama besar akan masuk Islam dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Ketika itu, Syafii dan Rendra belum saling mengenal. Tapi, ternyata, harapan Syafii terkabul, Rendra beralih memeluk Islam.

Lebih dari 30 tahun kemudian, Syafii dan Rendra bersua dalam sebuah rapat Akademi Jakarta. Lalu, mereka berdua menunaikan shalat Maghrib di Taman Ismail Marzuki (TIM). ''Setelah rampung, doa saya singkat saja, BM dengan khusyuk masih mengangkat tangan. Dalam hati kecil saya berkata, jangan-jangan BM lebih beriman ketimbang saya,'' tulis Syafii dalam rubrik Resonansi di Harian Republika 7 Agustus tepat dua tahun lalu. BM dalam tulisannya adalah Burung Merak, nama julukan Rendra.

Syafii mengaku, sejak kecil ia dididik untuk melakukan ibadah harian, namun jarang sekali berdoa panjang sesudah shalat. Tidak demikian halnya dengan Rendra yang berdoa lama pada Maghrib itu. ''Saya yang sudah menjalankan shalat sejak usia Sekolah Rakyat, boleh jadi barulah beragama pada tataran ritual formal, sementara BM beragama dengan getaran hati,'' ungkap Syafii.

Mantan Ketua PP Muhammadiyah itu pernah menulis kolom ''Faktor Islam'' dalam sebuah majalah. Kolom itu mendapatkan tanggapan dari Rendra: ''Tetapi belum pernah terjadi sepanjang sejarah demikian banyak orang Barat tertarik dengan Islam seperti sekarang ini dan bahkan sebagian menjadi Muslim, sekalipun pemeluk agama ini sedang dihujat di mana-mana dikaitkan dengan terorisme.''

Kecenderungan Rendra untuk kian religius tampak saat ia menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada tahun lalu. Wartawan bertanya tentang rencananya setelah mendapatkan gelar doktor kehormatan itu. Lalu, Rendra berkata, ''Ini lho mematangkan hidup kerohanian saya yang masih mentah sampai sekarang,'' katanya.
"Demi cahaya-Mu, duhai ya Allah, kami berdoa demi Mustafa, bapak tawanan dan para hina, ke hadirat-Mu wasilah kami pada Mustafa. Begitu pula pada warganya tajuk mahkota. Tetapkan iman bersama mati. Semoga didapat apa diminta apa diarah. Jagalah kami dari laku yang nista, laku yang rendah."

Syair ini meluncur dari mulut Rendra saat menampilkan Shalawat Barzanji, sebuah pertunjukan yang digagas Republika pada 2003. Inilah drama musikal yang bersumberkan skenario Kasidah Barzanji, sebuah pertunjukan teater terbesar pada era 70-an.

Ada beda besar bagi Rendra antara Shalawat Barzanji dan Kasidah Barzanji. "Kini Shalawat Barzanji saya pentaskan setelah saya menjadi seorang Muslim," katanya saat hendak pentas.

Rendra sempat ragu menampilkan Shalawat Barzanji. Namun, hasratnya kian kuat setelah bertemu dengan dukungan Republika. Ia kemudian merasa Shalawat Barzanji lebih dapat ia hayati karena pertunjukan yang menampilkan keteladanan Nabi Muhammad saw itu ia lakoni dalam keadaan diri sebagai Muslim.

"Ada dorongan kerinduan akan Nabi Muhammad saw sebagai teladan. Nabi adalah orang yang tanpa keajaiban, penuh kesederhanaan, dan kerendahan hati, tapi sukses memimpin umatnya keluar dari kegelapan zaman jahiliyah. Itu yang mendorong saya kembali mementaskan naskah ini," tuturnya.

Rendra merasa, setelah masuk Islam, ia seperti dimanjakan oleh Allah. "Saya diperkenankan menghayati keimanan Islam dan tidak habis-habisnya bersyukur. Saya sering memikirkan apa yang bisa saya lakukan untuk mengimbangi kebaikan Allah sehingga kehidupan saya bisa lebih berguna," paparnya.
WS Rendra (74 tahun) yang dikenal dengan sebutan si Burung Marak, meninggal dunia pada Kamis (6/8) malam, di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Depok, Jabar.

Pria bernama lengkap Willy Sulaeman Rendra (Willibrodus Surendra) ini lahir di Solo, Jateng pada 7 November 1935. Beberapa bulan terakhir ini, rendra sering masuk rumah sakit akibat menderita gangguan jantung. Dia juga secara rutin menjalani cuci darah akibat gangguan kesehetan yang dideritanya.

Sunday, August 2, 2009

Gas Pemedih Mata tidak pernah dapat menyelamatkan sebuah kekuasaan

Oleh: Rossem

Gas pemedih mata. Nama yang sinonim dengan negara dunia ketiga, tapi ia jarang sekali digunakan di Barat di mana produk itu asalnya dicipta. Tahun 2008 dan awal 2009 tercatat- Thailand adalah negara paling banyak menggunakan gas pemedih mata di dunia, ekoran tindakan polis negara Gajah Putih itu menyuraikan penunjuk perasaan yang digerakkan pendokong mantan Perdana Menteri Thailand dalam buangan Taksin Sinawatra.

Barangkali penggunaan gas pemedih mata kedua terbanyak bagi tahun 2009 kalau tidak Iran, Malaysia. Namun di Malaysia tidak ada angka rasmi dikeluarkan polis negara ini, berapa jumlah yang digunakan untuk menyembur puluhan ribu massa yang berarak di sepanjang Jalan Tunku Abdul Rahman, Kuala Lumpur, Sabtu, tanggal 1 Ogos 2009.
Kenapa gas pemedih mata itu diciptakan? Jawapanya ialah, ia dicipta untuk mempertahankan sebuah kekuasaan, untuk mempertahankan seorang pemimpin yang tidak disenangi rakyat daripada digugat rakyat, lalu respons atau jawapan daripada protes rakyat itu ialah gas pemedih mata!

Kronologinya. Seorang yang berseragam biru tua dan bertopi merah yang berdiri gagah di atas trak yang juga berwarna merah itu akan mengeluarkan arahan lewat alat pengeras suara “Bersurai, kalau tidak kami akan suraikan kamu”. Tapi tentunya suara amaran itu seperti angin berlalu tanpa meninggalkan bekas- tidak dipedulikan massa. Sehinggalah tahap kedua – sang berseragam biru tua dan bertopi merah itu kemudiannya membunyikan pula loceng – Anak buah mereka yang sudah lama bersiap siaga itupun melepaskan tembakan gas pemedih mata, diikuti semburan air kimia, pukulan belantan dan tangkap.

Teringat suatu masa dulu, pernah, ketika masih memakai seragam hijau dan topi biru muda, berdiri di saf-saf yang ditentukan dalam kondisi siap siaga untuk menembak gas pemedih mata ke arah ribuan para penunjuk perasaan yang berteriak “pergi jahanam Dato’ Asri” di simpang Jalan Dato’ Pati (Dataran Ilmu) di Kota Bharu. Gas pemedih mata itu tampak memutih seperti salji turun di musim sejuk saat kami lepaskan ke sasaran. Para unjuk rasa pun bertempiaran melarikan diri. Namun 20 minit kemudian datang lagi dengan teriakan yang semakin keras, bahkan brutal. Tapi waktu itu, seingat saya tidak ada tangkapan dilakukan, mungkin disebabkan mereka dari kalangan mahu menumbangkan Kerajaan Pas Kelantan yang dipimpin Dato’ Asri Haji Muda. Tokoh politik saingan, merangkap Timbalan Menteri Besar Kelantan ketika itu Dato’ Haji Mohd. Nasir dengan didalangi pemimpin-pemimpin UMNO tertentu tempatan bermain bola api untuk menjatuhkan ketuanya Asri.

Di Kuala Lumpur tanggal 1 Ogos, berlaku lagi tunjuk perasaan. Para demontrasi yang jumlahnya puluh ribuan, yang cuma meneriakkan “tidak” kepada ISA. dibantai tanpa manusiawi. Sang pembantah ini datang dari seluruh negara, sekaligus mewakili sebahagian besar rakyat Malaysia cuma menuntut agar akta zalim itu dicabut daripada perundangan negara kerana dianggap tidak releven lagi dengan semangat zaman. Namun jawapan kepada protes aman itu ialah gas pemedih mata, belantan, water canon dan tangkapan.

Barangkali pihak yang berwenang lupa bahawa gas pemedih mata tidak pernah boleh menyelamatkan sesebuah kekuasaan, sebaliknya mempercepatkan keruntuhannya. Diktator Ferdinand Marcos pernah menggunakan gas pemedih mata untuk menyuraikan para penunjuk perasaan yang jumlahnya ratusan ribu yang setiap hari berarak melewati Istana Malakanang sambil meneriakkan kata-kata “Pergi jahanan diktator”. Akhirnya sang diktator yang berkuasa selama 20 tahun itu terpaksa akur dengan kuasa rakyat yang dipimpin seorang wanita bernama Corazon Aquino. Marcos kemudiannya meninggalkan Filipina dan memohon suaka politik di luar negara. Tahun 1986 tercatat dalam sejarah negara itu sebagai tahun kejayaan sebuah “kuasa rakyat” menyingkirkan seorang diktator dan menegakkan kembali demonkrasi.

Ikon demokrasi kesayangan rakyat Filipina itu mati tanggal 1 Ogos 2009, dalam usia 76 tahun, setelah bertarung dengan kanser kolon selama setahun. Menariknya tarikh kematian itu sama dengan tarikh Pakatan Rakyat mengerakkan massa yang jumlahnya juga puluhan ribu di Jalan Tunku Abdul Rahman, Sabtu, 1 Ogos.

Demikian juga apa yang berlaku di Indonesia tahun 1998. Pemerintah orde baru, Suharto juga menggunakan gas pemedih mata untuk menyuraikan tunjuk perasaan rakyat tapi berakhir dengan kejatuhan jua. Rakyat berundur bila matanya terasa kepedihan tapi pedih hati sukar dipatahkan, ia terus hidup dan subur dalam diri setiap orang. Dalam hal ini seharusnya pemerintah mengambil sikap yang lebih bijaksana dalam mengurus pemasalahan rakyat.