Sunday, September 20, 2009

SELAMAT HARI RAYA AIDILFITRI 1430H

Dari Rossem

Ramadhan pergi meninggalkan kita. Perpisahannya sangat berat. Ibarat berpisah dengan seorang kekasih yang sangat disayangi. Tahun depan bertemu lagi? Itu juga belum tentu, kerana manusia itu hidupnya ibarat berteduh di bawah sepohon pokok rendang daripada panas terik matahari. Bila matahari condong, panasnya akan terkena dan kita pasti tidak dapat menghindarinya lagi.

Di akhir Ramadhan seperti ini, hati kita terasa sangat kerdil bila mengingatkan kebesaran dan kekayaan Allah SWT. Barangkali disebabkan selama sebulan kita sangat dekat denganNya, makanya hati nurani pun jadi bersih kayak sehelai kain putih. Jalan berfikir kita pun jadi mudah. Terutama dalam mengkoreksi diri, mencari natijah yang terbaik untuk perjalanan hidup seterusnya.

Merenung ke dalam diri. Rupanya seseorang yang bernama manusia itu, yang dikatakan gagah, hebat dan igonis, namun jika diukur dengan keluasan alam raya ini, fizikal manusia itu cuma sebesar hama atau sebesar habuk paling halus. Contohnya, seseorang yang berdiri di depan rumah, ia tidak bisa dilihat oleh orang yang berada di belakang rumah. Yang berada di kota, tidak bisa dilihat orang yang berada di desa. Apa lagi yang berada di Malayisa, ia tidak bisa tampak orang yang berada di Sulawesi atau di mana-mana belahan dunia. Kerkerdilan itu hanya bisa terjelma bila kita sering mendampingi Yang Maha Hebat, yakni Allah SWT.

Belum lagi diukur dengan planet-planet yang berada di luar lingkaran bumi seperti Zahrah, Nuptune,Pluto dan sebagainya. Jika diukur dengan cakarwala yang disebut sebagi keluaga matahari itu pasti puluhan kali lipat kekecilan kita sehingga kuasa mikroskop yang tercanggih sekalipun tidak bisa membesarkan imej seorang manusia.

Menyedari kerkerdilan itu rupanya mengangkat derjat kita ke satu tingkat pemikiran; siapa sebenarnya kita di sisi Allah SWT.

Asal kejadian manusia adalah dari setetes air mani lelaki bercampur dengan air mani perempuan. “Sesungguhnya Kami ciptakan manusia daripada setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan ) perintah dan larangan, kerana itu kami jadikan dia mendengar dan melihat” (al-Quran. S:al-Insan ayat 2).

Ayat selanjurnya “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dari saripati yang berasal dari tanah. Kemudian Kami jadikan air mani (yang) disimpan dalam tempat yang kukuh. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain.” (al-Quran: S al-Mu’minuun, ayat 12,13,14).

Allah SWT menjadikan manusia tiada lain melainkan supaya lisan manusia itu berbicara, memberitahu pada yang tidak tahu, bahawa Tuhan itu wujud. Makhluk itu tidak terjadi sendiri melainkan ada pembuatnya. Ada kuasa yang menciptakannya. Dan kuasa itu tentulah yang Serba Maha. Dialah Allah SWT. Tuhan semesta alam.
Kalau bukan makhluk yang bernama manusia, maka siapa lagi bisa berbicara tentang kewujudan Allah SWT? Tentang Kemahabesaran Allah SWT? Tentang kehebatan Allah SWT? Sedangkan gunung, lautan, gurun pasir, tasek, sungai, pokok tidak punya lidah untuk berbicara tentang itu.

Manusia punya lidah, dengan lidah dapat membentuk lesan. Dengan tangan dapat menulis ungkapan. Semuanya boleh dimanfaatkan untuk menyampai sesuatu, sama ada yang hak dan batil. Alangkah ruginya bila lesan dan pena digunakan untuk menyampaikan yang batil. Dan bukan sedikit manusia yang telah tergelincir lidahnya saat bebicara. Wahai Ali, kuasailah lesan mu dan biasakan dia mengucapkan yang baik, benar, bertanggungjawab, kerana tidak ada yang lebih berbahaya bagi manusia pada hari kiamat yang melebihi ketajaman lesannya. Demikian wasiat Rasulullah saw pada Sayadina Ali RA.

Tentang bicara, selanjutnya Rasulullah saw berwasiat pada menantu dan sepupunya Sayadina Ali RA; Wahai Ali, hendaklah engkau sentiasa jujur dalam bicara, dan menjaga perbicaraan dan amanat, dan hendaklah berjiwa sosial dan menjaga perut. Jangan berdusta kerana dusta itu menghitamkan muka dan bila seseorang sentiasa berdusta ia dinamakan pendusta di sisi Tuhan, dan bila ia benar maka ia akan dinamakan di sisi Allah sebagai orang yang benar. Sesungguhnya dusta itu akan menjauhkan iman.

Di hari raya aidilfitri yang mulia ini marilah kita merubah paradegma kita daripada yang tidak baik kepada yang lebih baik. Jadilah kelmarin itu sebagai madarasah, agar kehidupan di hari mendatang lebih terjamin dan kita tidak lagi akan mengeluh; oh! Aku tersilap.

Selamat Hari Raya Aidilfitri 1430H. Maaf zahir batin.

Friday, September 18, 2009

Hari terakhir Ramadhan: Marilah koreksi diri

Ramadhan akan pergi meninggalkan kita. Perpisahannya sangat berat. Ibarat berpisah dengan seorang kekasih yang sangat disayangi. Tahun depan bertemu lagi? Itu juga belum tentu, kerana manusia itu hidupnya ibarat berteduh di bawah sepohon pokok rendang daripada panas terik matahari. Bila matahari condong, panasnya akan terkena dan kita pasti tidak dapat menghindarinya lagi.

Di akhir Ramadhan seperti ini, hati kita terasa sangat kerdil bila mengingatkan kebesaran dan kekayaan Allah SWT. Barangkali disebabkan selama sebulan kita sangat dekat denganNya, makanya hati nurani pun jadi bersih kayak sehelai kain putih. Jalan berfikir kita pun jadi mudah. Terutama dalam mengkoreksi diri, mencari natijah yang terbaik untuk perjalanan hidup seterusnya.

Merenung ke dalam diri. Rupanya seseorang yang bernama manusia itu, yang dikatakan gagah, hebat dan igonis, namun jika diukur dengan keluasan alam raya ini, fizikal manusia itu cuma sebesar hama atau sebesar habuk paling halus. Contohnya, seseorang yang berdiri di depan rumah, ia tidak bisa dilihat oleh orang yang berada di belakang rumah. Yang berada di kota, tidak bisa dilihat orang yang berada di desa. Apa lagi yang berada di Malayisa, ia tidak bisa tampak orang yang berada di Sulawesi atau di mana-mana belahan dunia. Kerkerdilan itu hanya bisa terjelma bila kita sering mendampingi Yang Maha Hebat, yakni Allah SWT.

Belum lagi diukur dengan planet-planet yang berada di luar lingkaran bumi seperti Zahrah, Nuptune,Pluto dan sebagainya. Jika diukur dengan cakarwala yang disebut sebagi keluaga matahari itu pasti puluhan kali lipat kekecilan kita sehingga kuasa mikroskop yang tercanggih sekalipun tidak bisa membesarkan imej seorang manusia.

Menyedari kerkerdilan itu rupanya mengangkat derjat kita ke satu tingkat pemikiran; siapa sebenarnya kita di sisi Allah SWT.

Asal kejadian manusia adalah dari setetes air mani lelaki bercampur dengan air mani perempuan. “Sesungguhnya Kami ciptakan manusia daripada setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan ) perintah dan larangan, kerana itu kami jadikan dia mendengar dan melihat” (al-Quran. S:al-Insan ayat 2).

Ayat selanjurnya “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dari saripati yang berasal dari tanah. Kemudian Kami jadikan air mani (yang) disimpan dalam tempat yang kukuh. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain.” (al-Quran: S al-Mu’minuun, ayat 12,13,14).

Allah SWT menjadikan manusia tiada lain melainkan supaya lisan manusia itu berbicara, memberitahu pada yang tidak tahu, bahawa Tuhan itu wujud. Makhluk itu tidak terjadi sendiri melainkan ada pembuatnya. Ada kuasa yang menciptakannya. Dan kuasa itu tentulah yang Serba Maha. Dialah Allah SWT. Tuhan semesta alam.
Kalau bukan makhluk yang bernama manusia, maka siapa lagi bisa berbicara tentang kewujudan Allah SWT? Tentang Kemahabesaran Allah SWT? Tentang kehebatan Allah SWT? Sedangkan gunung, lautan, gurun pasir, tasek, sungai, pokok tidak punya lidah untuk berbicara tentang itu.

Manusia punya lidah, dengan lidah dapat membentuk lesan. Dengan tangan dapat menulis ungkapan. Semuanya boleh dimanfaatkan untuk menyampai sesuatu, sama ada yang hak dan batil. Alangkah ruginya bila lesan dan pena digunakan untuk menyampaikan yang batil. Dan bukan sedikit manusia yang telah tergelincir lidahnya saat bebicara. Wahai Ali, kuasailah lesan mu dan biasakan dia mengucapkan yang baik, benar, bertanggungjawab, kerana tidak ada yang lebih berbahaya bagi manusia pada hari kiamat yang melebihi ketajaman lesannya. Demikian wasiat Rasulullah saw pada Sayadina Ali RA.
Oleh: Rossem
Tentang bicara, selanjutnya Rasulullah saw berwasiat pada menantu dan sepupunya Sayadina Ali RA; Wahai Ali, hendaklah engkau sentiasa jujur dalam bicara, dan menjaga perbicaraan dan amanat, dan hendaklah berjiwa sosial dan menjaga perut. Jangan berdusta kerana dusta itu menghitamkan muka dan bila seseorang sentiasa berdusta ia dinamakan pendusta di sisi Tuhan, dan bila ia benar maka ia akan dinamakan di sisi Allah sebagai orang yang benar. Sesungguhnya dusta itu akan menjauhkan iman.

Di hari raya aidilfitri yang mulia ini marilah kita merubah paradegma kita daripada yang tidak baik kepada yang lebih baik. Jadilah kelmarin itu sebagai madarasah, agar kehidupan di hari mendatang lebih terjamin dan kita tidak lagi akan mengatakan; oh! Aku tersilap.

Selamat Hari Raya Aidilfitri 1430H. Maaf zahir batin.

Thursday, September 17, 2009

Sedih melepaskan Ramadhan pergi

Oleh: Rossem

Ramadhan yang sangat kita cintai akan meninggalkan kita. Kalaulah Ramadhan itu diibaratkan seorang kekasih, pasti pemergiannya akan diiringi dengan isak tangis. Itulah difinasi sebenar yang dialamai orang-orang yang beriman saat hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Sedih dan pilu menyentap emosi, sehingga tidak sedar air mata menetes membasahi pipi, buat melepaskan Ramadhan pergi.

Madrasah Ramadhan 1430 akan menutup pintu, tapi kerinduan untuk bertemu kembali pada tahun-tahun mendatang tidak pernah luput dari hati nurani. Hanya Allah SWT saja yang dapat merealisasikan harapan kita. Hanya kepada Dia saja kita memohon, agar dipanjangkan usia, dapat bertemu lagi dengan kekasih yang sangat dicintai-Ramadhan Al Mubarak.

Mengimbas peribadatan kita selama sebulan di bulan Ramadhan, sesungguhnya sangat bermakna dan mengembirakan. Siang hari kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, menahan nafsu syahwat, mencermati tutur kata dan tingkah laku, mengawal emosi amarah. Maka pada sebelah malamnya kita mendirikan solat sunat tarawih berjamaah, witir, tahajud dan tadarus al-Quran selain solat-solat fardu yang lain (qiyamul-lail).

Sementara 10 terakhir Ramadhan kita berburu Lailatul Qadr. Yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT berfirman bermaksud “ Malam qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (Q.S. al-Qadr. 87:3). Sementara Rasulullah saw pula bersabda bermaksud “Barangsiapa yang menegakkan ibadah pada (malam) lailatul qadr dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni akan dosanya yang telah lampau.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Semuanya dilakukan secara ikhlas semata-mata kerana Allah SWT dan untuk mendapat ridhaNya, selain memperolehi ganjaran pahala yang berlipat ganda daripada Allah SWT berbanding bulan-bulan selain Ramadhan.


Sepanjang bulan Ramadhan kita mendatangi masjid-masjid, surau, musalla dan khemah di dataran stadium yang disediakan kerajaan negeri, sehingga penuh sesak, bahkan ada sesetengah sehingga melimpah ke luar. Pemandangan ini sungguh sangat mengembirakan, tapi pertanyaannya, ke mana mereka setelah Ramadhan berakhir. Padahal solat tarawih hanyalah sunnah, sedang solat lima waktu adalah fardu yang wajib dilaksanakan secara berjamaah (bagi kaum lelaki yang mampu dan tiada keudzuran).

Selama sebulan dalam bulan Ramadhan, tutur bicara kita sangat cermat, tiada umpat mengumpat, tapi malangnya, sebaik saja melepasi Ramadhan tabiat lama pun hidup kembali, budaya mengumpat pun menjadi-jadi. Sepatutnya selepas keluar dari madrasah Ramadhan kita akan berubah daripada dahulunya kurang baik kepada yang lebih baik.

Namun kita tetap saja optimis. Usaha yang dilakukan kerajaan negeri Kelantan tanpa jemu ini akan membuahkan hasilnya insyaallah. Dan sebenarnya, sekarang pun sudah tampak keberhasilannya itu, antaranya, kadar celik agama bagi masyarakat Kelantan adalah tertinggi!

Akhirul kalam, setelah sebulan kita berpuasa, hari kemenangan pun tiba. 1 Syawal merupakan hari Aidil Fitri. Marilah kita merayakan hari raya Aidil Fitri itu perbanyakkan memuji Allah SWT, menziarahi sanak saudara serta bermaafan.

“Selamat Hari Raya Aidil Fitri dan maaf zahir batin”

Friday, September 11, 2009

Kenapa rakyat Indonesia membenci Malaysia?

Oleh: Rossem

Terkadang kita hairan, kenapa mereka sering membangkitkan soal kebudayaan Indonesia yang dikatakan diciplak Malaysia, misalnya tarian Pendet Bali, dan sebelumnya lagu Terang Bulan, yang menjadi lagu kebangsan Malaysia, padahal lagu yang asal keroncong itu diberi izin Almarhum Presiden Soekarno pada awal 1960an untuk digunakan oleh Malaysia. Hal ini diakui sendiri waris pencipta lagu tersebut, Aden Bahri, anak kepada pencipta lagu tersebut, Alamarhum Saiful Bahri.

Tarian Pendet pula, Malaysia sendiri mengaku, sebuah syarikat periklanan yang dilantik (dari Singapura) telah salah memetik tarian tersebut, kemudian dimasukan dalam iklan promosi Malaysia yang disiarkan saluran Discovery Channel. Discovery Channel sudah pun memohon maaf di atas kesilapan tersebut.

Selanjutnya perlu diingat, bukankah budaya Malaysia-Indonesia itu sebahagiannya mempunyai ciri-ciri yang sama atau ada kemiripan antara satu sama lain. Hal ini disebabkkan latar belakang budaya negara serumpun bangsa itu saling kait mengait. Sejarah dan peta besar Nusantara itu sendiri merangkumi dua buah negara itu yakni Indonesia, Malaysia, selain Singapura, Brunai Darulsalam, Selatan Filipina dan Selatan Thai.

Di Malaysia, budaya Indonesia di bawa dan dikembangkan oleh orang -orang Jawa, Bugis, Minang, Acheh, Banjar yang berhijrah ke Malaysia lebih sedekad lalu. Pastinya mereka membawa bersama budaya mereka. Rekabentuk rumah di Negeri Sembilan misalnya rata-rata berbentuk rumah gadang di Tanah Ranang. Ini disebabkan asal usul orang Negeri Sembilan itu adalah etnik Minang dari Sumatera Barat, Indonesia, yang berhujrah ke Malaysia sebelum penjajah Inggeris.

Dua buah negeri di Malaysia iaitu Johor dan Selangor adalah majoriti penduduknya etnik Jawa. Bugis terdapat di Johor dan Pahang, bahkan Perdana Menteri Malaysia sekarang leluhurnya dikatakan orang Bugis. Mantan Naib Presiden Pas dulu, Dr. Daeng Sanusi Mariot juga orang Bugis. Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Dr Ahmad Zaid Hamidi orang Jawa. Sementara Menteri Penerangan, Komunikasi.Kesenian dan Kebudayaan, Datuk Seri Dr Rais Yatim orang Minang.

Etnik Acheh banyak terdapat di Pulau Pinang dan Kedah. Mantan Menteri Besar Kedah, Datuk Seri Sanusi Junid orang Acheh, isterinya anak kepada pahlawan Acheh (Indonesia), Almarhum Daud Baruweh. Tengku Adnan Mansur mantan Setiausaha Agung UMNO juga dari etnik Acheh.

Hanya di negeri Kelantan dan Terengganu tidak ramai masyarakat yang berasal dari negara seberang Selat Melaka itu, namun hubungan dua buah negeri ini, terutama Kelantan dengan Tanah Jawa sudah terjalin lama sebelum penghijrahan orang-orang Jawa ke Selatan dan tengah Semenanjung (Johor dan Selangor).

Arsitektur tradisional Melayu Kelantan sangat dekat dengan arsitektur Islam di Jawa, contohnya masjid Kampung Laut (sekarang di Nilam Puri) yang hampir menyamai reka bentuknya dengan masjid-masjid lama seperti Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus di Jawa. Bahkan yang tampak ketara ialah bangunan Setiausaha Kerajaan Negeri di Kota Bharu, yang menempatkan pejabat Menteri Besar Kelantan dan exco-exconya. Bumbung yang berlapis itu mengingatkan kita akan kreton-kreton kesultanan Jawa di Jokjakarta.

Justeru, kita hairan, bila ada segelintir warga Indonesia yang buta sejarah, lalu marah-marah kepada Malaysia kononnya Malaysia menciplak budaya mereka. Sehingga kelompok ini sanggup berdemonstrasi di depan kedutaan Malaysia di Jakarta, melontar telur busuk, bahkan yang lebih dahsyat kumpulan Bendera dengan bersenjatakan bambu runcing, mengadakan sekatan jalan raya dikota Jakarta, menahan kenderan yang lalu lalang sembil meminta kad pengenalan, konon mencari Rakyat Malaysia.


Saat kempen pilihan raya presiden Indonesia, kebetulan saya berada di Indonesia. Sewaktu di hotel saya menonton televisyen sigmen berita. Ditunjukkan setiap hari ribuan wajah-wajah bengis dari aktivis parti Golkar menunjuk perasaan di Makasar, Sulawesi, bakar bendera Jalur Gemilang, kerana membantah pencerobohan Malaysia di Ambalk. Sehingga saya terfikir; apakah saya selamat keluar dari bilik hotel dan bersiar-siar di Kota Medan. Wajah-wajah yang histeria itu mempamirkan kebencian mereka yang mendalam kepada Malaysia bagaikan dirasuk syaitan.

Antara isu yang sering dipanaskan ialah kes penderaan pembantu rumah Indonesia oleh majikannya, padahal kes seperti itu stastiknya terlalu kecil berbanding dengan hampir dua juta pekerja Indonesia yang bekerja di Malaysia. Di sisi lain, media mereka jarang melaporkan puluhan rakyat Indonesia melakukan jenayah di Malaysia. Seolah-olah mereka mahu menutup kejahatan yang dilakukan itu dan memberitahu yang datang ke Malaysia itu baik-baik belaka.

Namun saya percaya majoriti rakyat Indonesia tidak sejelek itu, mereka masih dapat mengawal kewarasanya. Hanya sebilangan kecil yang terpengaruh dengan media negaranya, juga mereka yang ada agenda tertentu yang didalangi orang ketiga atau yang menerima upah, melakukan tindakan yang boleh merosakkan hubungan antara dua negara serumpun bangsa.

Kalau ikut hati panas, Malaysia juga boleh menamatkan izin bekerja bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dan menghalang kemasukan baru. Juga memberhentikan pengambilan drama-drama Indonesia untuk siaran televisyen Malayisa. Tapi untuk apa? Rakyat Malaysia masih berfikiran waras!.








.

Saturday, September 5, 2009

Buku dan kita



Oleh: Rossem

Kata Ajib Rosidi (kebetulan nama sasterawan itu sama dengan nama ku Rosidi) : Aku hidup di negera yang termasuk dunia ketiga yang rakyatnya tidak membaca. Bukan saja tidak membaca sastera tetapi tidak membaca teks apa pun jua. Hal ini bisa kelihatan kalau kita bandingkan jumlah halaman yang tercetak setiap tahun dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Kian lama perbandingannya bukannya kian banyak yang membaca, melainkan sebaliknya. Bangsa Indonesia termasuk bangsa yang paling rendah budaya bacanya di dunia. Dan kian lama kian rendah juga.

Namun Ajib Rosidi tetap juga menulis buku, sehingga kini lebih dari seratus judul buku dalam bahasa Indonesia dan Sunda diterbitkan. Tapi menurut Ajib; aku kira tidak ada yang membacanya. Jadi tidak ada pengaruhnya dalam masyarakat. Yang membaca buku ku ialah orang-orang yang tidak punya wewenang dalam menentukan kebijaksana pemerintah. Buku-buku tidak laku di pasaran. (Tidak ada yang menjadi best seller, kalau di cover buku ditulis best seller dengan tinta emas, itu sengaja penerbit masukan agar tampak menarik dan hebat). Maka walaupun aku menerbitkan ratusan judul buku, aku tidak bisa hidup dari honorarium buku-buku itu. Di Indonesia orang mungkin hidup dari menulis kolom di surat khabar atau majalah, tapi tidak mungkin hidup dari honorarium buku. Kecuali satu dua orang yang paling top.

Kenapa terjadinya demikian? Maka penulis terkenal itu berkata lagi: kerana bangsa kita masih hidup dalam budaya lisan. Membaca dan menulis belum membudaya. Televisyen, VCD sudah menjadi industri tapi penerbitan buku baru jadi industri bagi orang-orang yang dapat bekerjasama dengan para pejabat yang berwewenang dalam pembelian buku teks buat sekolah-sekolah. Bagi mereka buku tak ubah dengan sepatu iaitu hanya semacam komoditas yang menghasilkan untung, tidak perlu difikirkan bahawa buku itu merupakan karya budaya yang akan mempunyai pengaruh kepada jiwa dan mental orang yang membacanya.

Lo! kalau begitu, sama saja dengan Malaysia. Buku bagi masyarakat Malaysia ibarat lembaran kertas comot yang tidak menarik minat masyarakat. Walhal pelbagai cara dan kaedah dilakukan penerbit buku untuk melariskan jualan. Dengan teknologi yang semakin canggih, cover design buku-buku direka begitu rupa oleh para pereka grafik yang punya kreativitas yang terkini, namun hakikatnya pencapainnya dari sudut tarikan pembacanya masih jauh daripada membanggakan. Bukan salah penulis dan pereka grafik tapi disebabkan budaya membaca tersangat kurang dalam masyarakat Malaysia.

Terkadang kita malu sendiri dengan turis dari Barat yang mengunjungi Malaysia, tabiat membaca mereka amat tinggi, di dalam bas, mobil atau di mana saja mereka berada, buku tidak terlepas dari tangan. Membaca sudah membudayai mereka.

Namun, mutakhir ini kemajuannya sudah sedikit sirna, kalau diukur pada setiap pesta buku yang diadakan, di mana pengunjungnya semakin ramai. Itupun fokus mereka hanya kepada buku-buku tertentu yang ditulis penulis-penulis yang punya nama besar dalam masyarakat seperti buku-buku yang membicarakan politik dan agama yang diangkat daripada kuliah Mursyidul Am Pas, Tuan Guru Dato’ Nik Abdul Aziz Nik Mat dan Prof. Dr. Yusuf al Qaradhawy (luar negara).

Sementara novel remaja juga jualannya sedikit melegakan. Remaja-remaja perempuan sangat mengemari gerne ini berbanding remaja lelaki. Di pasaran banyak sekali novel-novel yang berkisar tentang cinta remaja, diolah dari pelbagai sudut. Dan majoritinya ditulis oleh penulis wanita.

Selain itu, mutakhir ini novel religi pula menjadi trend baru. Novel bertemakan cinta wanita - pria yang diselitkan dengan nasihat-nasihat religi menjadi tarikan baru pemburu novel. Ditulis para novelis muda yang berpendidikan agama dengan perkataan “cinta” sebagai judul.

Tampaknya pengaruh novelis terkenal Indonesia, Habibulrahman El Shirazy , di mana novel-novel yang dihasilkanya rata-rata memakai judul “cinta”, seperti Ayat-Ayat Cinta, Sejadah Cinta, Ketika Cinta Bertasih, telah menjadi ikutan novelis-novelis muda Malaysia. Seorang lagi novelis muda Indonesia yang gemar memakai judul “cinta” ialah Ravianty Doni. Penulis wanita asal Minang itu menghasilkan karya yang diberi judul Cintaku Bersemi Di Padang Arafah. Ia pernah beremail dengan saya dan menurutnya sekarang sedang menyiapkan novel berikutnya yang juga dititipkan perkataan “cinta” pada judulnya.

Buku-buku politik hanya bermusim, bila ada isu besar dan bersifat nasional, penulis-penulis buku politik mengambil kesempatan untuk membuat duit. Bagi penulis dari kelompok ini, ia merupakan bonus, sepertimana kakitangan kerajaan dan swasta memperolehinya setiap akhir tahun.

Nama-nama besar dalam dunia penulisan politik Malaysia seperti Mohd. Sayuti Omar, Syed Hussain Al-Attas, Norzah Haji Kepol (satu-satunya penulis politik wanita di Malaysia), Lutfi Othman, Haji Subki Latif, Ustaz Reduan Mohd Nor (sekadar menyebut beberapa nama) akan bersengkang mata menyiapkan tulisan mereka sepantas mungkin, membuat lay out dan mengirim ke percetakan kayak orang mengejar keretapi, kerana isu-isu politik seringnya tidak lama terapung dipermukan. Ia mudah basi, jika dihidangkan makanan yang sudah basi pasti tiada siapa menjamahnya.

Buku-buku puisi amat menyedihkan, tiada penerbit yang mahu menerbitnya selain Dewan Bahasa Dan Pustaka, itu pun justeru mereka menerbitnya demi memeliharakan kesusteraan Melayu semata-mata, sebuah amanah yang diserahkan negara ke atas pundaknya. Namun kita angkat tabek kepada beberapa penyair yang menerbit dan memasar sendiri buku koleksi sajak mereka. Antaranya penyair tersohor, Leo AWS. Penerbitan miliknyanya, Pustaka Dewan Beta sudah menerbitkan puluhan judul buku sajak karya sendiri , juga teman-teman penyairnya.

Namun realitasnya, secara umum ialah minat membaca dikalangan kita masih rendah. Dalam satu kampung misalnnya, belum tentu kita akan ketemui seorang kaki buku atau ulat buku, di mana deretan buku yang pelbagai gerne tersusun dalam almari di ruang tamu atau di sudut-sudut kamar tertentu. Kecuali ia seorang penulis, maka mahu atau tidak mahu buku harus akrab dengannya.

Maka benarlah seperti kata Ayib Rosidi, masyarakat Inonesia adalah bangsa dunia ketiga yang malas membaca buku. Masyarakt Malaysia juga demikian Pak!

Tok Guru Nik Abdul Aziz bercakap dari sudut kaedah


Oleh: Rossem

Saya banyak menerima khidmat pesanan ringkas (SMS) dari teman-teman, juga daripada orang yang tidak dikenali. Intinya marah-marah kepada Mursyidul Am PAS, Tuan Guru Dato’ Nik Abdul Aziz Nik Mat ekoran kenyataannya tentang ahli UMNO kafir dan isu Syurga neraka bukan hak mutlak Allah SWT semata-mata.

Isu ahli UMNO kafir dan UMNO seperti Islam Palestin reda setelah Tok Guru memberi penjelasan. Tok Guru menafikan dalam kenyataannya menggunakan perkataan “ahli”. Yang disebutnya adalah “penyokong” UMNO. Ahli dengan penyokong adalah berbeda. Para penyokong PAS juga ada yang kafir, makan babi dan sebagainya, kerana sebahagian mereka terdiri non-Muslim seperti ahli Kelab Penyokong PAS. Begitu juga dengan UMNO, ramai penyokong parti nasionalis Melayu itu non-Muslim seperti pribumi Sabah dan Sarawak misalnya.

Tentang Islam Palestin, Tok Guru tidak menyebut perkataan “Palestin” dalam sidang media itu. Yang disebut Tok Guru adalah Islam plastik. Yakni Islam tiruan yang praktiknya bukan bersumberkan al-Quran, al-Sunnah dan ijmak ulamak. Ini menurut Tok Guru yang menjadi amalan parti UMNO selama ini.

“Tiada sebab langsung orang Islam tolak Islam. Islam yang dibawa oleh UMNO ini Islam kacukan, Islam plastik. Macam duit palsu, ubat palsu, makanan palsu. Ini Islam palsu yang dibawa UMNO” Demikian transkrip lengkap Tok Guru pada sidang media itu.

Anehnya isu panas ini reda sebaik saja pilihan raya kecil Pematang Pasir, Pulau Pinang berakhir, dengan kemenangan diraih calon PAS, Ustaz Saleh Man dengan majoriti besar. Lalu kita pun bertanya: Rupanya isu itu diapungkan oleh media pro UMNO dengan cara kotor, yakni memburukkan Mursyidul Am Pas dengan isu agama bertujuan memancing undi agar pengundi memilih BN.

Bagaimana pula tentang syurga neraka yang dikatakan bukan mutlak Allah SWT. Ada yang mengirimkan sms bertalu-talu kepada saya memberi komentar yang berani. Antara bunyinya “ Ungkapan itu datangnya dari orang yang bertuhankan diri, yang merasakan amal ibadatnya dapat membeli syurga, solat dia dapat menolak neraka Allah! Iktiqad itu adalah iktiqad Jabariyah. Padahal terang-terang Allah bersifat Jaiz (harus). Solat seribu tahun pun kalau Allah SWT kata neraka…nerakalah!”

Sambungnya lagi “Jangan berangan-angan dengan amal. Allah SWT tahu apa yang kita amalkan. …Segala-gala dari Dia. Semua Dia tahu..Macamlah Allah itu tidak tahu apa yang kita lakukan. Malulah kepada Allah SWT… Berzikir kerana Allah, disebabkan Allah SWT mengkehendaki kita berzikir, maka kita pun berzikir. Kita merasa kita hebat kerana banyak berzikir…sedangkan Allah mahu menyelamatkan kita daripada lalai. Maka kita cetuskan zikir! Jangan berangan-angan wahai orang-orang yang hidup bertuhankan diri….”

Setelah saya meresponsi beberapa kali sms teman saya yang saya kenal sebagai seorang sangat arif tentang tahuhid, selanjutnya ia menjawab “ Saya tak peduli siapa yang ungkapkan, sama ada Nik Aziz atau siapa. Tapi pendapat seperti itu Jabariyah namanya. Dalam bab ini kita keluar sebentar dari politik, kalau tidak susah mahu diskusi. Kalau tidak, berhenti saja diskusi. Ini bab akidah tuan…jangan tersilap cakap, ibarat mahu minum milo tapi minta teh. Bila teh sampai lalu terkejut. Aku ada minta teh ke?” Marahnya berapi. Teman lama saya ini bekerja di salah sebuah media arus perdana di Kuala Lumpur, milik UMNO, yang tentunya sangat mempercayai apa saja yang dilaporkan media.

Rupanya kenyatan Tok Guru itu hanya diresponsi satu hari saja oleh beberapa sosok yang bergelar ustaz dari UMNO, antara Ustaz Nakaie Haji Ahmad. Yakni pada hari kedua selepas pernyataan itu tersiar dalam akhbar. Selepas itu dan sehingga sekarang tidak lagi kedengaran komen-komen atau ulasan dari sang bijak pandai bahkan mufti. Saya menunggu untuk mengetahui komen mereka, namun hampa.

Hanya teman lama saya yang disebut tadi saja memberi komentar separuh emosional lewat sms. Walaupun saya beberapa kali memperingatkan beliau bahawa, jangan sekali-kali mengangkat bahan media secara sebrono untuk berbahas, sebaliknya teliti terlebih dulu, apa maksud sebenar diucapkan Tok Guru. Namun teman saya tetap mengatakan bahawa Tok Guru bermaksud demikian. Tampaknya seperti ia mendahuli si tukang cakap.

Awalnya saya juga terkejut dengan kenyataan Tuan Guru itu. Kenapa dibilangnya begitu, tapi setelah mengetahui ianya permainan media pro UMNO untuk kempen PRK Permatang Pasir, lalu saya membuat kesimpulan bahawa berdebat seperti itu tidak mendatangkan apa-apa manfaat, kerana inti sebenar yang dimaksud Tok Guru itu tidak diketahui dengan detil oleh pengirim sms tersebut.

Ibarat kita menyebut “ Saya gemar makan gulai sayur kacang panjang sebab sedap” Namun perkataan itu kalau diambil separuh dan ditinggalkan separuh maka maknanya ikut berubah. Misalnya “saya gemar makan sayur kacang” dibuang. Hanya perkatan “panjang itu sedap” saja diambil. Lo! Pasti maknanya berbeza. Itulah yang sering terjadi bila seseorang melaporkan ucapan Tok Guru Nik Abdul Aziz Nik Mat. Kerana mereka sebenarnya ada matlamat politik untuk dimanfaatkan lewat laporan yang disengajakan itu.

Di sisi lain, Tok Guru sering bercakap dari sudut kaedah. Jika buat begini ia boleh jadi begini. Jika tidak sempurna wudu’ amalan solat tidak diterima. Jika tolak Islam bermakna kufur. Orang kufur tidak masuk syurga. Ini bukan soal Tok Guru mendahului Tuhan atau lebih tahu dari Tuhan tapi kaedah Islam yang diajar Rasulullah saw itu demikian!

Friday, September 4, 2009

Krisis dalaman UMNO-BN Terengganu semakin parah


Sekeping kartun bisa menceritakan segala...