Saturday, February 6, 2010

Rasulullah saw: Mahaguru cinta sepanjang masa.



Oleh: Rossem

Umar ibnu Khattab RA suatu hari menangis melihat Rasulullah saw tidur beralaskan tikar kulit kasar yang dijalin daripada remputan, alas yang membuat punggung dan belakangnya berbekas. “Ya Rasulullah, Kisra dan Qaisar tidur beralaskan bantal dan permadani sutera yang lembut, sedangkan kondisimu di sisi Allah SWT lebih mulia….”. Setiap kali Umar mengingatkan itu, air matanya membasahi pipi.

Melihat itu sahabatnya bertanya “Wahai Umar, Apakah engkau tidak redho mereka mendapatkan dunia sedangkan kita berhak ke atas akhirat?” Jawab Umar. “Ya. Kisra dan Qaishar cuma berjaya menaluki rakyat, tentera dan wilayah, sedang kita berjaya menaluki hati untuk mengesakan Allah”.

Saat di kota Mekah, sebelum berangkat berhijrah ke Madianah adalah hari-hari ujian. Setiap kabilah berlumba-lumba untuk menyiksa Rasulullah saw dan para pengikutnya dengan pelbagai seksan. Cerita nestapa tentang Bilal, keluarga Yassir, Sumayyah dan Ammar, juga tentang Khabbab, pandai besi yang dipanggang di atas bara api sehingga bara dan besi panas itu padam sendiri kerana tetesan cecair yang keluar dari tubuhnya yang melepuh terbakar. Luar biasa!

Kekuatan menghadapi cubaan seksaan itu tidak lain kerana kecintaan yang mendalam kepada Allah SWT dan kepada Rasulullah saw sehingga keimanan mereka sedikit pun tidak terluntur oleh apa jua bentuk seksan yang dikenakan ke atas mereka walau sekeras mana pun.

Hijrah adalah pengorbanan yang begitu menghiris perasaan. Sebuah perjalanan tanpa harapan, tidak jelas. Tidak tahu apakah di tempat baru itu mereka bisa diterima atau tidak. Sedang rumah yang nyaman, keluarga yang disayangi harus ditinggalkan untuk mengejar ketidakjelasan. Apalagi Madinah bukan empat yang menjanjikan. Namum mereka harus lakukan. Demi kecintaan kepada Allah SWT dan kepada Rasulullah saw.

Shubaib ibn Sinan, imigran Romawi yang berjaya membangunan usahannya di kota Mekah harus meninggalkan kesuksesan itu. Tapi dimensi keimanan ternyata mengatasi segala. Sebuah kalimat di lisan RasulNya berbunyi “Rabiha Shuhaib” Shuhaib beruntung, Shuaib beruntung!”. Akhirnya Shuhaib al Rumi berangkat ke Madinah meninggalkan perusahaan yang dibangunkan.

Hijrah juga menyisipkan kisah keberanian Umar ra yang berangkat terangan-terangan. Ia tidak ingin seperti orang lain yang berangkat sembunyi-sembunyi. Pemuka Quraisy pun berseru “ Saksikanlah oleh kalian bahawa Ibnul Khathtab akan berhijrah. Siapa yang ingin isterinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim atau ibunya meratapi kematiannya, silakan menemuiku di balik bukit ini”

“Katakanlah hai Muhamad: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah dia, Maka Allah akan mencintai kalian dan Dia mengampuni segala dosa kalian. Da Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S: Ali Imran 31)

Atas nama cinta, Allah SWT bicara pada hamba-hambaNya lewat lisan Rasulullah saw yang mulia, agar mereka menjadikan cinta kepada Allah SWT sebagai ernegi bila setiap kali berdepan dengan pemasalahan dalam menempuh kehidupan yang bersifat sementara di planet bumi ini. Cinta yang dibalas cinta, keampunan dan keridhaan. Hanya Itu yang dijanjikan.

No comments:

Post a Comment