Oleh: Rossem
Pak Jais pembantu
supir cuma,
juga teman bicara,
mencari rezeki di sela-sela
12 juta jiwa,
Membawa pariwisata keliling kota Jakarta.
Obrolannya mengalahkan Raja Lawak Mega,
sehingga kami alpa
memotret ,
gedung-gedung mewah yang kami lewati,
bangunan tua tinggalan Belanda,
monumen -monumen sejarah,
ragam warga kota paling padat.
Sepeda motor, Bajaj, teksi bergerak
seiring mobil mewah,
membunyikan hon bagaikan semboyan perang,
pejalan kaki mundar mandir
ke tempat kerjaan atau pasar.
Warung pinggir jalan dengan tulisan besar- nasi bebek,
ikan lele
ayam penyek masuk
mall
sebaris dengan KFC, MacDonould
rumah makan Minang serasi dengan selera orang Malaysia
wanita penjual jamu yang mempersonakan
Pariwisata, di sini, Jangan berjanji guna jarum jam
janji tak mungkin ditepati
perut Jakarta mobilnya seperti kelkatu dalam busut
Bila semua keluar, tak cukup jalan,
macet kecuali jam 3 pagi.
Oh, asyik
mendengar obrolan Pak Jais tanpa noktah,
sesekali air
liurnya tempias.
Terlupa, fotonya tak ku snap.
Wajahnya masih tak
lupa
sekitar 50an usia,
gigi seperti
kandang kuda
banyak ropong di sana sini, kayak aku juga
bila ketawa, ketuaannya seperti melebihi 50an
bicaranya seperti 30an.
Asal Betawi, begitu
pengakuan Pak Jais,
Gaya bicaranya saling tak tumpah almarhum Benyamin S,
aktor lawak dan penyanyi
Betawi 1980an,
popular hingga ke Malaysia
Disuruh nyanyi Pak
Jais nyanyi
semua lagu dihafal, satu rangkap cuma
diminta nyanyi
lagu Bangawan Solo
dinyanyinya dalam visi Malaysia “Bengali solo”.
Ceritanya meliputi segala
pantun, seloka, anekdok, politik
Kisah rakyat biasa
hingga pemimpin negara
Sukarno, Suharto, Habibie, Megawati, SBY ada cerita tersendiri
Akhbar Tanjong, Amin Rais dicandakan
Ahok dan Jokowi ceritanya mulus-mulus .
Kesal, tak sempat
mencatat setiap obrolannya,
yang lucu menggelitik
kami delapan orang dalam mobil.
Andai aku catat seluruh obrolannya
sebuah buku
humor bisa diterbitkan
biarpun aku tahu, Pak Jais mengoreng tanya minyak.
Jakarta
28 Julai 2017
No comments:
Post a Comment