Monday, June 15, 2009

Parapat, Danau Toba dan Masjid Raya Taqwa







Oleh: Rossem

Dalamnya air Danau Toba, dalam lagi cinta ku pada mu. Masih ingat, ungkapan itu sering dilafazkan pasangan kekasih yang sedang dilamun cinta suatu masa dulu, bagi mengambarkan betapa dalamnya perasaan cinta kepada buah hatinya. . Padahal Danau Toba pun mereka tidak pernah melihat, apa lagi menjejakkan kakinya dibibir danau yang luas terbentang. Maka benarlah seperti kata orang, fantasi bisa mengalahkan realiti. Imegenasi bisa mengalahkan mimpi!

Namun, hari ini, tanggal 6 Jun 2009, bukan lagi fantasi, bukan lagi imegenasi, bukan lagi mimpi, segala-galanya sudah menjadi realiti. Danau yang terbesar di dunia yang terletak di Parapat, Sumetara Utara itu sudah berada di depan mata. Biru airnya bagai cermin yang menyuluh diri ku supaya melihat keagungan ciptaan Allah SWT lewat penciptaanNya yang Maha Hebat. Ombaknya yang kecil seolah-olah mengeungkapkan ucapan “Horeh” atau selamat datang ke Tanah Batak.

Siapa tidak kagum dengan kecantikan alam ciptan Allah SWT. Subhanallah- Maha suci Allah. Aku sujud kepada Mu di atas sejadah cinta, bila melihat kehebatan Mu lewat pencitaan Mu. Bukan Danau Toba saja bahkan ciptaan Mu yang lain juga, lebih-lebih lagi rahmat yang Engkau kurniakan pada diri ku selama ini. Dengan kesihatan yang baik masih bisa ku sujud pada Mu dengan sempurna. Masih bisa menjalani ibadat puasa dan solat sunat tarawih di setiap Ramadhan, menunaikan ibadat haji dan mengeluarkan zakat.

Tapi takala melihat kecantikan Danau Toba, aku tidak menangis, tidak seperti pertama kali aku menatap wajah Kabbah di Masjidilharam, Mekah beberapa tahun lalu. Saat itu, tanpa ku sedari air mata mengalir membasahi pipi. Tangisan ku sehingga terisak-isak. Selain merasakan betapa kerdilnya diri ini bila berdepan dengan Kabbah, di hati kecil ku juga berharap, di lokasi aku berdiri itu, 1430 tahun lalu, pernah dilalui atau dipijak pemimpin yang paling ku sayangi, yakni Rasulullah saw. Dan sekiranya benar, aku telah melewati suatu tempat yang pernah kekasih Allah itu berdiri. Harpan ku agar di akhirat nanti bisa bertemu dengannya pula dan mendapat safa’at baginda. Amim.

Parapat, menurut salah seorang warga lokal yang ditanya, dihuni kurang lebih 250 ribu penduduk dari etnik Batak Toba. Daripada sejumlah itu cuma 15 keluarga Muslim. Mungkin jumlahnya sekitar 100 orang, tapi saya berbangga, meskipun tersangat minimum dan serba kekurangan, mereka upaya mendirikan sebuah masjid yang sederhana besar tapi cantik, di lokasi yang strategik, iaitu di pintu masuk ke permukiman warga dan perwisatan Danau Toba.

Menariknya menurut salah seorang warga Muslim dari etnik Melayu Deli yang berkerja di Danatoba International Cottage Parapat (tempat saya menginap) katanya: Masjid Raya Taqwa Parapat dibina oleh tuan punya Restoran Garuda, seorang asal Minang yang kaya. Restorannya bercawangan di mana-mana, di Parapat, Peramatang Siantar, Medan, bahkan di Jakarta. Selama di Tanah Karo, dua kali saya makan siang masakan Minang/Melayu di restorannya, iaitu saat di Permatang Siantar dan Parapat. Restorannya di Parapat terletak berhadapan dengan Masjid Raya Taqwa yang dibinanya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan tuan punya restoran Minang itu dengan kebaikan yang berganda. Amim. Lalu satu pertanyaan pun menerjah diri “ Sumbangan kita kepada Islam, gimana sih?”

1 comment:

  1. Informasi tentang mesjid Prapat oleh orang pekerja di Danatoba International Cottage Parapat sangat salah pemilik Restoran Garuda sekedar berinfak ttp bukan pembina dan pendiri, namun kita bersyukur ada dermawan memberi perhatian yang tulus untuk perenovasi mesjid tersebut, kami warga Parapat sangat mengerti pembangunan mesjid tersebut yang didirikan oleh keluarga atau putra Batak asli bermarga Pardede, kami paling tidak suka mengaburkan sejarah, meski warga Prapat Mayoritas Kristen namun kami ikut serta membangun pertama mesjid Prapat yang diprakarsai haji abdul halim Pardede (makamnya terlantar disamping mesjid tersebut)

    ReplyDelete